Iranian Film Festival

Di banyak komunitas online di Yahoogroups, khususnya sejak 2000-an awal di Indonesia, tumbuh keasadaran baru dari anak-anak muda, baik yang melakukan studi sinematografi, maupun penggemar film; melahirkan tekad kuat untuk membuat film-film bermutu. Agaknya, gerakan baru di awal 2000-an itu sedikit banyak mewarnai produksi film Indonesia kini.

Di komunitas online seperti di Indomovie, Layarkata-Network, topik bahasan diskusi, bahwa film berawal dari premis, sinopsis lalu urusan script, menjadi fondamen awal-muasal sebuah film. Bila dulu, acap kita bertanya ke seorang sutradara atau penulis script film, apa premis film yang dia buat? Pihak yang ditanya acap berpanjang kata menjawab, tidak to the point.

Kini era itu telah berganti, anak-anak muda tumbuh. Mereka dengan lantang dapat berujar: premis film saya adalah: hero by accident, sekadar contoh. Kesadaran pemahaman yang benar itu, kini juga sudah dibarengi dengan mereka yang memang khusus belajar sinematografi, atau khusus bergelut di dunia script writing, memperkokoh modal bagi sebuah idnustri film kita tumbuh.

Mulai hari ini 16 – 18 Nov 2009, akan dilangsungkan Iranian Film Festival. Di kesempatan itu Anda dapat menyimak karya-karya: Darioush Mehrjui, Kianoush Ayari, Darioush Mehrjui, Darioush Mehrjui, Mohsen Makhmalbaf, Abbas Kiarostami, hingga Majid Majidi

Nama Majid Majidi, nominator Academy Award 2004, salah satu yang menonjol menjadi bahan diskusi di komunitas dan penggemar film serta masyarakat umum Indonesia.

Karya Majid Majidi Children of Heaven, Baduk, Pedar, The Color Of Paradise, Baran, The Willow Tree, jadi perguncingan khalayak banyak karena menyentuh tiga sisi. Pertama, bertutur tentang isu sosial politik yang sedang hangat dibicarakan dunia, seperti kasus pengungsi asal Afghanistan yang membanjiri Iran. Isu ini tuangkan Majid Majidi dalam Baran yang bercerita tentang perempuan asal Afghanistan yang menyamar sebagai laki-laki untuk mendapatkan pekerjaan, misalnya.

Mengingat film adalah medium komunikasi, dari sekian banyak media komunikasi yang ada, keberadaannya tidak terlepas dari permasalahatan sosial budaya yang ada dalam masyarakat. Topik Baran, misalnya, kini menjadi problematika utama di Indonesia, di mana lapangan kerja dengan suplai tenaga kerja jomplang tidak berimbang. Maka jika film Indonesia terus bangkit seperti tampak dalam 5 tahun terkahir ini, maka film sesungguhnya salah satu wadah industri penampung tenaga kerja berdaya serap besar.

Di kesempatan Festival Film Iran kali ini, hadir Gholamrezani, Sutradara dan Aktor, yang akan memandu workshop film yang diadakan bertempat di Pusat perfilman Usmar Ismail (PHUI), Jl. HR Rasuna Said, Jakarta Selatan. Untuk menambah wawasan dan keluar dari perangakap cicak buaya, tentunya event ini, layak Anda kunjungi.
*** info dari: narliswandi@yahoo.com

Tidak ada komentar: