Antropologi Jender dan Asal-usul Ketidaksetaraan Jender (3)

Teori Evolusi sebagai Landasan Analisa atas Perkembangan Masyarakat Manusia dan Asal-usul Kemunculan serta Meluasnya Ketidaksetaraan Jender
ditulis oleh Zelly AAriane

Ditemukannya ilmu antropologi/arkeologi memberi landasan bagi masyarakat modern untuk semakin berfikir ilmiah. Beberapa (landasan dan sekaligus perdebatannya) yang memicu kelahiran ilmu antropologi, adalah:
1. Pertentangan menyangkut usia manusia dan kelahiran manusia;
2. Pertentangan tentang asal-usul manusia;
3. Pertentangan tentang perbedaan institusi masyarakat modern dengan masyarakat
primitif, termasuk di dalamnya: matriarki vs patriarki; klan vs family
(keluarga); kepemilikan pribadi vs kepemilikan komunal.
Lewis H. Morgan, dalam bukunya Ancient Society, menyatakan bahwa masyarakat primitif bukanlah keluarga individual, melainkan gen atau klan; dan struktur klan tersebut justru matriarki. Dalam perkembangan masyarakat, matriarki menjadi patriarki; klan menjadi keluarga individual. Relasi ekonomi dan sosial masyarakat primitif dibandingkan dengan masyarakat modern/beradab juga berbeda: masyarakat modern berdiri atas dasar kepemilikan pribadi, dan masyarakat primitif berdiri atas dasar kepemilikan komunal.
Ilmu Antropologi klasik abad 19, menyandarkan penelitian dan pemikirannya pada bukti-bukti material/ilmiah (arkeologi) yang ada pada saat itu, tidak saja mencakup hasil-hasil kebudayaan (suprastruktur masyarakat primitif) tapi juga corak ekonomi dan produksi (infrastruktur) masyarakat tersebut—walaupun, dalam beberapa hal, di antara mereka masih ada yang inkonsisten. Para antropolog periode tersebut, di antaranya Lewis H. Morgan, Edward Taylor, Jacob Bachofen, dan Frederick Engels, pada umumnya (disertai kritik dan penyempurnaan) mendukung dasar-dasar teori evolusi sosial Charles Darwin,
Di abad ke-20, kontroversi teori evolusi dan revolusi sosial manusia di abad 19 dimenangkan oleh para antropolog fungsionalis/difusionis/deskripsionis. Kaum deskripsionis tersebut menolak pandangan umum mengenai teori evolusi sosial, membatasi pemikiran mereka hanya pada studi kebudayaan dan kebiasaan/adat istiadat berbagai kelompok manusia (secara parsial). Di antara tokohnya yang paling terkenal adalah Margareth Mead, Sapir, dan Ruth Benedict. Ilmu Antropologi seperti itulah yang menjadi mainstream (arus utama) studi antropologi saat ini.
Dalam menggali sumber-sumber penyebab ketidaksetaraan jender berdasarkan perkembangan manusia dari bukti-bukti antropologi/arkeologi yang ada, maka kita tidak bisa menggunakan cara pandang antropologi mainstream. Karena, dalam antropologi tersebut, ketidasetaraan jender dianggap sebagai takdir alamiah. Oleh karena itulah, dalam memeriksa asal-usul ketidaksetaraan jender, bagan/tabel di bawah ini menggunakan cara pandang Antropologi klasik, beserta perbaikan-perbaikan penilaiannya di abad 20 dan 21.

Kesimpulan:
Dalam masyarakat berkelas terdapat hubungan antara perkembangan kepemilikan pribadi; dengan penindasan terhadap kaum perempuan. Hubungan tersebut berupa:
o Kepemilikan pribadi terhadap sumber-sumber produksi (alat-alat produksi)
lahir dari penguasaan surplus hasil pertanian-bajak ke tangan perseorangan,
pada masa awal periode peradaban (corak produksi pertanian-bajak).
o Kepemilikan tersebut jatuh ke tangan laki-laki oleh karena: (a) kaum lelaki
memiliki landasan material untuk merubah (menurun) minatnya pada kegiatan
berburu (apalagi bila kegiatan perburuannya sangat dipengaruhi oleh
perubahan alam); (b) peningkatan produktivitas pertanian-bajak lebih besar
ketimbang peningkatan produktivitas holtikultura (yang dikelola oleh
perempuan); (c) proses membajak merupakan kerja yang lebih individual &
lebih berat ketimbang kerja holtikultura (yang dikelola oleh perempuan); (d)
perempuan mengalami kesulitan untuk mengombinasikan kerja (holtikultura dan
pertanian-bajak) tersebut dengan memelihara/merawat bayi; (e) kaum perempuan
diisolasi dalam pekerjaan rumah tangga/domestik; tidak memiliki kekuasan
(lagi) terhadap makanan utama; padahal, kekuasaan seperti itulah yang
menjadi landasan atas status & kekuasaan yang egaliter di dalam masyarakat
sebelumnya.
o Kepemilikan tersebut berlangsung semakin masif dengan dilembagakannya
pembagian kerja secara seksual (dalam institusi keluarga individual),
termasuk pembedaan kerja secara manual dan mental.
o Kepemilikan pribadi terhadap alat produksi tersebut MERUPAKAN penyebab
lahirnya pembedaan masyarakat ke dalam kelas-kelas sosial. Yakni pembedaan
akses suatu kelompok masyarakat (ketimbang kelompok masyarakat lainnya)
terhadap alat-alat produksi. Posisi perempuan, yang sudah terlebih dahulu
terdomestifikasi di dalam keluarga individual, dalam sistim masyarakat
ber-kelas semakin tak memiliki akses terhadap alat-alat produksi (yang
didominasi oleh pemilik laki-laki).***001722***


Panulis adalah Koord. Urusan Pendidikan dan Bacaan Komite Nasional Jaringan Nasional Perempuan Mahardhika (KN-JNPM); Koord. Departemen Pendidikan dan Propaganda Dewan Harian Nasional Persatuan Politik Rakyat Miskin (DHN-PPRM); PJs Wakil Sekretaris Umum dan Kabid Perempuan dan Budaya Pengurus Pusat Gabungan Solidaritas Perjuangan Buruh (PP GSPB).

Tidak ada komentar: