Teori Agenda Setting

Dengan menggunakan teori ini peneliti bisa memilih apa yang hendak diteliti sehubungan dengan agenda media dan agenda publik sampai dengan pengaruh agenda media terhadap persepsi dan tindakan.

Asumsi dasar yang dicetuskan oleh Cohen (1963) ini menyatakan bahwa media membentuk persepsi atau pengeetahuan publik tentang apa yang dianggap penting. Dengan ungkapan lain, apa yang dianggap penting oleh media, maka dianggap penting juga oleh publik. Ada hubungan positif antara tingkat penonjolan yang dilakukan media terhdap suatu persoalan (issue) dan perhatian yang diberikan publik terhadap yang ditonjolkan media.

The media may be not successful at telling people what to think (i.e. attitude), but they are stunningly successful in telling its audience what to think about.


Tingkat pentingnya suatu berita ataau issue dapat ditunjukkan dengan penampakan yang menonjol (head-line, halaman pertama, judul yang mencolok, frekuensi pemusatan, rubrik-rubrik utama atau penyajian yang memiliki nilai berita yang tinggi (konflik).

Jika seseorang ingin melakukan penelitian dengan menggunakan teori agenda Setting, atau hendak mengetest kembali kebenaran teori ini, maka peneliti melakukaan frekuensi, volume, durasi isi emdia (issuee), sedang agenda publik diukur dari penuturaan publik tentang perringkat sejumlah isssue di media.

The researcher must compare "what the press is thinking about" to what the members of the audience are "thinking about"

Ada 6 konsep yang dapat diteliti jika seseoraang menggunakan Teori agenda setting dalam penelitiannya. Ddengan menggunakan tteori agenda setting peneliti dapat meneliti tentang perbandingan antara agenda media dengan agenda publik baik dalam bentuk: 1) intrapersonal, 2) interpersonal, 3) community salience (penonojolan oleh masyarakat), 4) priority (kesesuaian antara yang ditonjolkan media dan yang ditonjolkan publik), efek lanjutan (subsequent effect) berrupa 5) perception (pengetahuan tentang sajian media) atau 6) tindakan (action) misalnya berupa tindakan memilih presiden tertentu, berrunjuk rasa, (memprotes, memberi dukungan), aktif memberri suara daalam pemilu, setelag diterpa pesan media. Dengan demikian maka peneliti dapat mengetahui (Rakhmat, 1989: 93-94):
a. apa yang dipikirkan publik (intrapersonal)
b. apa yang dibicarakan orang dengan orang lain (interpersonal)
c. issue apa yang banyak dibicarakan oleh komunitas (community salience)
d. tingkat kesesuaian antara ranking penonjolan issue di media dan perhatian publik (prioritas)
e. Efek langsung yang berkaitan dengan issues, dalam arti ada atau tidak adanya agenda publik (pengenalan)
f. Efek lanjutan, penelitian dari segi persepsi atau tindakan sseperrti memilih presiden. Dengan ungkapan lain, sampai sejauh mana penonjolan issues di media memiliki efek terhadap persepsi atau tindakan. Misalnya, penonjolan issue positif terttentu dari kandidaat presiden dapat berefek munculnya persepsi positif terhadap kandidaat presiden dan berefek pula padda tindakan memilih kandidat presiden tertentu.

Beberapa penelitian tentang pemilihan presiden menemukana danya kontradiksi tentang adanya korelasi positif antara kedua variabel agenda media dan agenda publik, karena ada karakteristik sosial dan motivasi pemilih. Pemilih yang mempunyai tingkat pendidikan dan status pekerjaan tinggi, pengetahuan politis awal dan orang yang tertarik pada kampanye pemilihan, sangat kecil dipengaruhi agenda setting media.

Teori Agenda Setting
Kampanye pemilihan presiden 2004 di Indonesia diwarnai oleh adanya regulasi tentang pembatasan durasi dan frekuensi iklan kampanye calon presiden di TV. Kandidat yang mempunyai persediaan dana banyak cenderung akan menggunakan emdia lebih banyak. Pemasangan iklan kampanye di media masa seperti koran atau terutama di televisi diharapkan menambah pengetahuan khalayak tentang apa yang diiklankan. Melalui iklan di televisi masyarakat akan lebih mengenal kandidat presiden. Iklan tentang program kerja seorang kandidaat presiden di media massa diasumsikan akan banyak dibicarakan atau didiskusikan oleh masyarakat. Pesan-pesan kampanye sseorang kandidat presiden di media massa diharapkan mendapat perhatiaan, kemudian khalayak membangun presepsi tertentu lalu bertindak memberikan suara kepada kandidaat tersebut atau tidak.

Dari fenomena tersebut belum diketahui berapa besar pengaruh efek-lanjutan terpaan iklan kampanye pemilihan presiden terhadap persepsi dan tindakan mahasiswa FISIP jurusan Ilmu komunikasi di Universitas X dalam memberi suarra terhadap calon presiden tertentu. **001722**

Tidak ada komentar: